Meningkatkan Budaya Mengajar Inovatif di Era Implementasi Kurikulum Merdeka

oleh -
oleh
Yulia Tanti Nova, S.Pd

Penulis : Yulia Tanti Nova, S.Pd

Menjadi seorang pendidik merupakan pilihan luar biasa, namun membutuhkan tanggung jawab besar dalam pelasanaanya. Menciptakan generasi muda yang berkualitas dan berkarakter menuntut dedikasi guru yang tidak bisa ditawar. Pendidik atau secara khusus seorang guru diibaratkan seperti juru masak. Ia harus selalu berinovasi menciptakan makanan yang lezat dan membuat konsumen menyukai masakannya. Memilih bumbu yang sesuai, menambahkan aneka rempah untuk menyempurnakan hidangannya. Sama halnya dengan seorang guru di sekolah. Guru harus melakukan terobosan dan inovasi yang tepat untuk menghidupkan minat belajar siswa di kelas.

Namun bukan rahasia menciptakan siswa yang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran tidaklah mudah. Seperti yang telah saya utarakan di atas bahwa guru ibarat seorang juru masak. Ia harus cerdas memilih dan tidak mudah menyerah untuk mencoba meramu masakannya menjadi hidangan yang memiliki cita rasa yang menggugah selera.

Pada era Kurikulum Merdeka saat ini seharusnya menjadi ‘angin segar’ bagi semua guru dari segala jenjang pendidikan untuk bereksplorasi dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Tiga pilihan Implemetasi kurikulum Merdeka secara mandiri bisa dipilih, yakni merdeka belajar, merdeka berubah dan merdeka berbagi. Tujuan dari kurikulum merdeka memberikan solusi untuk mengatasi krisis belajar melalui peningkatan kualitas pembelajaran bagi semua peserta didik di Indonesia. Dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka di sekolah tentu saja memiliki kendalanya masing-masing.

  1. Keterbatasan sarana dan prasarana

Hal ini merupakan penghambat klasik yang membuat pelaksanaan belajar inovatif menjadi terganggu. Sulit dipungkiri misalkan dalam penggunaan media belajar berupa proyektor atau laptop guru harus bergantian dalam pengoperasiannya. Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, contoh: membuat jadwal yang terorganisir dalam penggunaan media belajar.

  1. Faktor adminitrasi sekolah

Salah satu hal yang menjadi kerepotan tersendiri bagi seorang guru membagi waktunya sebagai pendidik dan juga menyelesaikan administrasi sekolah yang juga menjadi tanggung jawabnya. Dalam problematika ini guru harus cerdas dan bijak dalam membagi waktu.

  1. Perbedaan usia para pendidik

Tidak dapat dipungkiri usia berpengaruh terhadap kemampuan guru dalam mengikuti perkembangan teknologi dalam penerapan pembelajaran di sekolah. Tetapi tidak ada kata terlambat untuk belajar. Banyak webinar, diklat dan pelatihan yang dapat diikuti baik melalui media daring maupun luring yang peruntukkannya meningkatkan kemampuan pendidik dalam meningkatkan kemampuan berinovasi di bidang pembelajaran berbasis TIK.

  1. Comfort Zone

Zona nyaman seorang guru yang hanya menggunakan buku sebagai bahan ajar kepada siswa dan menjadikannya acuan dalam pembelajaran. Jika ini masih terus dipertahankan maka bisa dipastikan kita akan menjadi guru yang tertinggal dan tidak bisa berkembang. Kehadiran kurikulum merdeka menjadi kesempatan besar bagi guru karena pada kurikulum merdeka pembelajaran lebih bervariatif, terintegrasi dengan IT serta lebih mewakili kearifan lokal. Pada masalah ini perlu perhatian dan effort lebih untuk merubah yang berhubungan dengan gaya mengajar guru. Beberapa cara yang bisa dilakukan, antara lain mau belajar dengan orang lain yang memahami IKM serta bergabung dalam komunitas-komunitas belajar yang ada di sekolah itu sendiri maupun komunitas belajar lain.

Kebermanfaatan dan praktik baik merdeka belajar dan merdeka berbudaya akan berimbas pada perubahan mendasar yang memungkinkan terwujudnya hasil yang diinginkan, bahkan bisa menjadi model dalam pembuatan kebijakan di sekolah dengan kata lain guru bersama seluruh warga sekolah harus mengadopsi strategi-strategi dan solusi yang relevan dengan kondisi yang dihadapi dalam realitas.