Seruyannews.com

Payung Hukum yang Tegas Bagi Anak Disabilitas Korban Pelecehan Seksual

Yulia Tanti Nova

ABSTRAK

Anak berkebutuhan khusus (Heward/disabilitas) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Perlindungan khusus anak penyandang disabilitas adalah suatu bentuk perlindungan yang diterima oleh anak penyandang disabilitas untuk memenuhi hak – haknya dan mendapatkan jaminan rasa aman, terhadap ancaman yang membahayakan diri dan jiwa dalam tumbuh kembangnya. Keberadaan anak disabilitas seringkali dianggap sebelah mata oleh masyarakat kita. Kurangnya penerimaan dan kepedulian terhadap keamanan dan kenyamanan anak disabilitas terlihat dari akses-akses publik yang belum ramah bagi mereka. Pendidikan dan perlindungan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk meningkatkan kepercayaan diri serta membuat peran anak-anak disabilitas bisa seimbang dengan masyarakat pada umumnya.  Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menunjukkan, telah terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas yang dialami oleh 264 anak laki-laki dan 764 anak perempuan sepanjang 2021 lalu. Hal ini menunjukkan belum adanya perlindungan hukum yang jelas bagi anak disabilitas. Hukum yang merupakan payung yang dipercaya bisa menjadi pelindung bagi keamanan, keselamatan dan hak anak-anak disabilitas belum memperlihatkan hasil yang diinginkan. Untuk itu perlu adanya perhatian yang berkelanjutan mengenai payung hukum yang tegas bagi anak-anak dengan keterbatasan yang kita kenal dengan disabilitas.

Kata-kata Kunci : Perlindungan hukum anak disabilitas, data sistem informasi perlindungan anak.

 

Pendahuluan

Latar Belakang


         Istilah disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability yang artinya manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Terdapat beberapa istilah penyebutan menunjuk pada penyandang disabilitas, Kementerian Sosial menyebut dengan istilah penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus dan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah Penderita cacat.

Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).

Disabilitas adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus baik dari pemerintah, masyarakat, warga sekolah dan lingkup terkecil, yaitu keluarga. Keberadaan penyandang disabilitas bukanlah sebuah aib atau hal yang harus kita hindari. Kepedulian dan rasa penerimaan sangat dibutuhkan oleh orang yang memiliki keterbatasan.

Pada umumnya kita sering menemukan anak-anak dengan kondisi keterbatasan atau keistimewaan dalam lingkungan sekitar masyarakat. Banyak dari mereka memiliki fisik yang berbeda dari anak-anak pada umumnya. Namun, beberapa keterbatasan tidak bisa kita ketahui dengan hanya melihat bentuk fisik saja, karena disabilitas juga memiliki keterbatasan dalam hal intelektual, perilaku dan lain sebagainya.

Anak berkebutuhan khusus (Heward/disabilitas) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk ke dalam ABK, antara lain tunanetratunarungutunagrahitatunadaksatunalaraskesulitan belajar, gangguan perilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan, dan kesulitan bersosialisasi. Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena karakteristik dan hambatan yang dimiliki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka.

Berikut ini beberapa pengertian penyandang disabilitas dari beberapa sumber:

  1. Menurut Resolusi PBB Nomor 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas merupakan setiap orang yang tidak mampu menjamin oleh dirinya sendiri, seluruh atau sebagian, kebutuhan individual normal dan/atau kehidupan sosial, sebagai hasil dari kecacatan mereka, baik yang bersifat bawaan maupun tidak, dalam hal kemampuan fisik atau mentalnya.
  2. Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, penyandang cacat/disabilitas merupakan kelompok masyarakat rentan yang berhak memperoleh perlakuan dan perlindungan lebih berkenaan dengan kekhususannya.
  3. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, penyandang cacat/disabilitas digolongkan sebagai bagian dari masyarakat yang memiliki kehidupan yang tidak layak secara kemanusiaan dan memiliki kriteria masalah sosial.
  4. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang cacat mental; penyandang cacat fisik dan mental.
  5. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) menunjukkan, telah terjadi 987 kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas yang dialami oleh 264 anak laki-laki dan 764 anak perempuan sepanjang 2021, pada 2020 tercatat 77 kasus kekerasan terhadap penyandang disabilitas dan 42 persennya adalah kekerasan seksual.

Data yang sama mengungkapkan, jenis kekerasan yang paling tinggi jumlah korbannya adalah kekerasan seksual, yaitu 591 korban.

Penyandang disabilitas mempunyai kedudukan yang setara di hadapan hukum dan memiliki hak atas akses yang sama terhadap peradilan. Penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum diberikan perlindungan secara khusus dikarenakan perbedaan secara fisik, mental, dan/atau keduanya. Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan Lembaga Negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak.

Pembuatan aturan mengenai perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas diperlukan untuk menjadi dasar penegakan hukum. Perangkat hukum yang mengatur perlindungan terhadap kekerasan seksual bagi anak disabilitas sudah lengkap dan ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak disabilitas sudah berat. Tugas menguatkan perlindungan terhadap anak disabilitas bukan hanya tertumpu pada pihak kepolisian atau pemerintah. Sebagai masyarakat yang memiliki rasa kemanusiaan dan kepedulian yang tinggi kita memiliki peran penting untuk melakukan implementasi penguatan terhadap perlindungan tersebut.

Edukasi dini tentang Pendidikan seks bagi anak difabel juga perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman mereka.

Substitusi payung hukum yang tegas bagi anak disabilitas korban dari kekerasan seksual akan mempengaruhi jumlah kasus kekerasan terhadap anak-anak disabilitas.

Penguatan implementasi perlindungan hukum yang dilakukan semua lapisan masyarakat dan aparatur pemerintah menjadi dasar terhadap produk hukum yang menanungi dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas.

Rumusan Masalah

  1. Apa pengertian disabilitas?
  2. Apa yang dimaksud anak berkebutuhan khusus atau dikenal dengan anak disabilitas?
  3. Bagaimana perlindungan hukum bagi anak disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual?
  4. Apa peran masyarakat terhadap perlindugan anak disabilitas dari ancaman kekerasan seksual?
  5. Siapa saja pihak yang bertanggung jawab melindungi anak disabilitas dari ancaman kekerasan seksual?

Tujuan Masalah

  1. Untuk mengetahui substitusi perlindungan atau payung hukum yang tegas terhadap anak-anak disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual.
  2. Untuk mengukur kepedulian masyarakat terhadap kesamaan hak penyandang disabilitas yang menjadi korban kekerasan seksual.
  3. Untuk menginternalisasi nilai kemanusiaan.

Metode

Metode yang digunakan berupa penelitian kualitatif yang menghasilkan data secara deskriptif; berupa tulisan, ucapan, atau perilaku objek.

Pembahasan

Payung hukum yang tegas bagi anak-anak disabilitas merupakan keharusan yang dimiliki sebuah negara yang memegang teguh makna hak asasi manusia. Keberagaman masyarakat yang literat dituntut untuk memiliki rasa kepedulian dan kemanusiaan yang tinggi.

Kehadiran berbagai produk hukum yang telah menyebutkan ancaman berat bagi pelaku kekerasan seksual merupakan pondasi kita untuk mengimplemetasikannya dalam bermasyarakat. Undang-undang perlindungan bagi korban kekerasan seksual khususnya bagi korban anak disabilitas sudah banyak disahkan oleh pemerintah bersama Lembaga terkait.

Perlindungan khusus bagi anak penyandang disabilitas ini dimaksudkan untuk memberi acuan bagi kementerian atau lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat anak penyandang disabilitas untuk melindungi anak penyandang disabilitas dalam kehidupan bermasyarakat serta memenuhi hak-haknya sebagaimana dijamin undang-undang.

Kerentanan anak disabititas mengalami kekerasan seksual harus ditanggapi dengan lebih cermat dan mengutamakan pada keselamatan baik bagi kesehatan mental dan jasmaninya.

Kesimpulan

Dengan adanya payung hukum yang jelas dan tegas diharapkan menjadi pendukung dalam pengentasan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak disabilitas di Indonesia. Produk hukum yang menjamin hak-hak anak disabilitas merupakan terobosan positif dalam penguatan implementasi  yang dapat diaplikasikan oleh seluruh kalangan masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga-lembaga, sekolah bahkan lingkungan keluarga.

REFERENSI

Dinda Shabrina. “Anak Disabilitas Dua Kali Lipat Lebih Rentan Alami Kekerasan Seksual”Diakses pada 14 Mei 2023. https://mediaindonesia.com/humaniora/504212/anak-disabilitas-dua-kali-lipat-lebih-rentan-alami-kekerasan-seksual”. 

Agnes Wendra Caesar Tampubolon. “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK PENYANDANG DISABILITAS SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL (Studi di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Malang)”. Diakses pada 14 Mei 2023. http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.php/hukum/article/view/1822

“Melindungi dan Menjamin Hak-Hak anak Penyangdang Disabilitas”. Diakses pada 14 Mei 2023. Melindungi dan Menjamin Hak-hak Anak Penyandang Disabilitas – Direktorat Sekolah Dasar (kemdikbud.go.id)

“Undang-undang (UU) Tentang Penyandang Disabilitas”. Diakses pada 14 Mei 2023.

https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37251/uu-no-8-tahun-2016

“UU TPKS BERIKAN PERLINDUNGAN LEBIH BAGI PENYANDANG DISABILITAS”. Diakses pada 14 Mei 2023. https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/3951/uu-tpks-berikan-perlindungan-lebih-bagi-penyandang-disabilitas

Penulis : Yulia Tanti Nova

Pengajar SLBN 1 Kuala Pembuang

Email ; ytantinova@gmail.com

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Exit mobile version